Type Here to Get Search Results !

Belajar dari Sang Pengajar

Belajar dari Sang Pengajar
 oleh: Devia Purwati
Dulu ketika saya tengah  belajar disalah satu pesantren di Indonesia. Ada salah satu ustadz yang menanyakan tentang perihal “Apakah lafadz (sayyidina) dalam bacaan tasyahud awal merupakan bentuk Bid’ah dalam beribadah?”. Sontak semua kami kebingungan, karena jangankan mengetahui jawabannya. Pertanyaannya saja nyaris tak pernah kami dengar sebelumnya. Kamipun bertanya-tanya apakah yang selama ini kami lakukan dalam beribadah adalah bentuk sebuah bid’ah dalam agama?.
Sampai akhirnya sang ustadzpun menjawab dan menjelaskan persoalan tersebut dan menyampaikan berbagai dalil bahwa hal tersebut bukanlah sebuah Bid’ah melainkan bentuk dari taaduban (adab) kita, selaku umatnya kepada baginda semesta alam nabi Muhammad SAW. Kamipun lega dengan jawaban sang ustadz meski pada hakikatnya kami tidak paham betul tentang berbagai dalil dan alasan yang beliau kemukakan. Tapi satu hal yang kami mengerti bahwa permasalahan tersebut selalu diperdebatkan oleh sebagian kelompok yang memang ramai dibicarakan di kalangan umat islam.
Sampai akhirnya Rabu, 08 Maret 2016 saya menemukan video yang diunggah oleh salah satu teman saya di facebook yang berisi tentang sebuah pengajian rutin  yang dipimpin oleh guru besar kami di universitas Al-azhar, kairo-mesir, Dr. Ali Jum’ah. Isi pengajian tersebut menjelaskan secara gamblang bagaimana diperbolehkannya menyebut lafadz “siyadah” (sayyiduna) pada nabi Muhammad saw sebagai bentuk adab. Bahkan dalam adzan, iqamah,tahiyyat dan syahadah.
 Sontak hal ini membuat saya penasaran untuk menyaksikan dan menyimak penjelasan beliau hingga akhir sampai akhirnya saya mengerti apa yang selama ini saya pertanyakan.
 Dr. Ali Jum’ah menjelaskan dalam pengajiannya dan berkata: Diperbolehkannya seseorang mengatakan lafadz “siyyadah” (sayiduna) terhadap Nabi saw sebagai bentuk “taaduban” . Baik dalam kalimah adzan, iqamah, tahiyyat, dan syahadah. Maka boleh kita mengucapkan;
اشهد ان لا اله الا الله واشهد ان سيدنا محمد رسول الله
Kalaupun Nabi saw tidak pernah mengatakan hal tersebut. Yaitu (sayyiduna), maka ulama berpendapat bahwa hal tersebut merupakan sebuah ketawadhu’an dalam diri beliau saw.
 Pertanyaannya sekarang adalah “ Mana yang harus didahulukan antara adab atau iittibaa’ (sesuai nash )?.
Para ulama mengatakan bahwasanya segala hal yang berhubungan dengan Rasulullah maka abad lebih diutamakan.
Dan apakah hal tersebut memiliki dalil ?. karena banyak orang-orang yang dengan sengaja menyerang dan mempertanyakan hal tersebut dan beranggapan bahwasanya hal tersebut tidak memiliki dalil.
 Ketahuilah tidak ada satupun anjuran atau hal sekecil apapun yang dilakukan para ulama terdahulu kecuali mereka memiliki dalil atas apa yang mereka lakukan.
Dan dalil tersebut diketahui oleh orang-orang yang benar-benar tahu dan mengerti. Dan tidak ketahui oleh orang-orang yang jahil dan tidak mengerti.
Para ulama bercerita bahwasanya dalam sulh (perjanjian damai) al-Hudaibiyah. Rasulullah saw bersabda:“Bismillah ar-Rahmaan ar-Rahiim”, kemudian Suhail bin ‘Amr berkata: kami tidak mengenal siapa ar-Rahmaan dan ar-Rahiim, tulislah: Bismikallahuma”. Rasulullah saw bersabda: “hapuslah wahai Ali ! tuliskan apa yang mereka minta agar selesai segala perkaranya. Maka Alipun menghapusnya dan menggantinya dengan “Bismikallahuma”.
Kemudian ketika ditulis “Inilah yang dijanjikan Muhammad Rasulullah”.
Mereka berkata “Seandainya kami tahu bahwa engkau adalah Rasullullah, niscaya kami tidak akan berselisih denganmu”.
Rasulullahpun bersabda: Hapuslah wahai Ali! Tuliskan: “inilah yang dijanjikan Muhammad bin Abdillah”.
Alipun menjawab: “Demi tuhan aku tidak akan pernah menghapusnya”. Lalu Rasulullah ketika itu memerintahkan untuk menghapusnya tapi ali menolak hal tersebut dan tidak mengikuti apa yang Rasulullah perintahkan. Maka inilah yang dinamakan adab ketika Ali tidak kuasa menghapus kata Rasulullah pada perjanjian tersebut.
Rasulullahpun berkata: “Tunjukan padaku wahai Ali!. Kemudian Rasulpun menghapusnya sendiri dengan air liur baginda yang mulia. Tapi tidak pernah sekalipun beliau berkata terhadap Ali: “sesungguhnya engkau dari golongan orang-orang yang tercela wahai Ali dan tidak mentaatinya. Bahkan Rasulullah bersabda: “ Bahwasanya memandang wajah sayidina Ali radhiallah ‘Anhu merupakan sebuah bentuk dari ibadah.
Syekh Abd al-Aziz bin as-Shiddiq menuliskan kitab:”al-Ifadah fi Tashhiih hadits an-Nazharu ilaa wajhi ‘Aliyyin ‘ibadah”. Beliau mengkajinya dari berbagai jalur hadits.
Dan diceritakan suatu ketika Rasulullah keluar untuk melaksanakan shalat, saat itu Abu Bakar sedang mengimami shalat dalam masjid. Abu Bakar pun mengetahui hal tersebut kemudian beliaupun mundur dari tempatnya, maka Rasulpun bersabda: “Tetaplah di tempatmu wahai Abu Bakr!”. Namun Abu Bakr menolak hal tersebut dan mundur karena beliau tidak rela akan hal tersebut. Inilah salah satu bentuk adab terhadap rasulullah.
Maka setelah selesai shalat, Abu Bakr mengikuti shalat Rasulullah dan jama’ah mengikuti shalat Abu Bakr. Lalu Rasulullah bersabda: “ wahai Abu Bakr mengapa engkau menolak untuk mematuhi perintahku?.
Abu Bakrpun menjawab: “Tidak pantas bagi Ibn Abi Quhafah (maksudnya diri beliau sendiri) untuk melaksanakan shalat di depan Rasulullah saw.
Maka inilah yang dinamakan keutamaan adab dari pada iitibaa’. Karena adab adalah sesuatu yang lahir dari kasih sayang dan kasih sayang inilah yang darinya timbul rasa cinta. Maka sering kita mendengar pribahasa yang mengatakan: “Bukanlah termasuk dari golongan kami orang-orang yang tidak menghormati orang yang lebih tua darinya dan tidak berkasih sayang terhadap anak-anak (orang yang lebih muda) darinya.
Beginilah para guru kami mengajarkan hal-hal penting dalam agama terhadap muridnya. Menilai segala sesuatunya berdasarkan nash dan menjelaskannya dengan penuh kasih sayang disertai tata cara beradab terhadap Rasulullah. Semoga Allah selalu menjaga guru-guru kami dan merahmatinya. Aamin
Maka terbukalah pemahaman saya terhadap permasalahan yang selama ini tidak saya mengerti. Dan penjelasan guru kami diatas menyataan bahwasanya ibadah yang selama ini dilakukan adalah sesuai dengan syari’at dan memiliki dalil.







Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.